Berharap pada Jalan Tikus, Pintar-pintarlah Saat Belok
- Tikus identik dengan kecil. Namanya pun jadi jenis untuk jalan alternatif yang umumnya terbentang di area permukiman padat penduduk perkotaan dan urban, seperti di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Bicara mengenai ukuran, pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan membagi kelas jalan dengan istilah kelas I, II, III, dan kelas khusus.
Nah, jalan tikus cocok dengan kategori jalan kelas III, yang kemudian diistilahkan dengan "jalan kolektor", "jalan lokal", atau "jalan lingkungan".
Untuk bisa lewat sana, lebar kendaraan bermotor tidak bisa lebih dari 2.100 mm, dan kira-kira seperti itulah jalan alternatif yang jadi andalan manakala jalan utama sudah sebegitu "keterlaluan".
Bahkan, ironisnya, bisa jadi itulah jalan utamanya. Gambaran ini tidak terlepas karena kebanyakan masyarakat kini bertempat tinggal di kawasan padat, di tengah terbatasnya pilihan tempat tinggal karena alasan harga.
Baca: "Ledakan Penduduk Jakarta, Ancaman yang Mengerikan..."
Jalan padat, jalan tikus nan sempit, dan faktor ekonomi. Tiga hal ini pada akhirnya mendorong mereka yang butuh kendaraan roda empat berpijak pada pilihan city car atau crossover kecil yang mempertimbangkan ketangguhan semacam urban SUV.
Baca: Suzuki Ignis Kokoh di Takhta City Car
Lagi pula, bisakah kita membayangkan melaju di jalan yang lebarnya hanya untuk kendaraan berukuran 2.100 mm? Itu pun kalau wilayahnya sebegitu tertib, atau misalnya tidak ada sepeda motor, mobil, ataupun gerobak yang diparkir di pinggir jalan.
Bermanuver di jalur kelas III alias jalan tikus butuh kelihaian, di samping harus menghadapi kondisi semacam lubang jalan yang sama artinya genangan jebakan saat hujan.
Baca: Banyak Genangan, Berat, Biar SUV Saja...
Kalau lintang jalannya dikhususkan untuk mobil berlebar 2.100 milimeter alias 2,1 meter, mobil-mobil yang lebarnya 1-2 meter tentu bisa lewat. Namun giliran belok, bisa jadi mesti maju mundur.
Ini biasa terjadi di tikungan patah dalam perumahan padat penduduk ataupun gang sempit, dan jadi "PR" jika radius putar mobilnya saja sudah 5-6 meter.
Radius putar? Perhitungannya kira-kira seperti ini. Radius putar 5-6 meter adalah kemampuan seberapa jauh sebuah mobil berputar karena sudut belok roda depan. Belok terus 180 derajat, maka diameter dari perhitungan itulah yang disebut radius putar.
Jika kita belok di sebuah gang yang menyiku ataupun belokan patah, maka itu sama saja dengan manuver 90 derajat. Artinya diameter 5-6 meter tadi dibagi dua, yakni 2,5-3 meter. Kira-kira inilah lebar yang dibutuhkan untuk mobil tersebut saat belok.
Hasilnya butuh usaha ekstra bagi mobil dengan radius putar 5-6 meter di jalur kelas III tadi. Mungkin kalau misalnya mobil kompak yang punya faktor style ala urban SUV seperti Ignis, yang belakangan punya varian spesial Ignis Sport Edition by Suzuki Sport, urusannya bisa jadi lebih meringankan karena radius putarnya 4,6 meter.
Cara berbelok di gang sempit sendiri perlu teknik. Dengan ukuran mobil yang lebih kompak, teknik berbelok di jalan sempit demi menghindari menyerempet obyek lain bisa dimulai dengan mengukur jarak terakhir sebelum bertemu titik terdekat.
"Jika memungkinkan, pastikan jarak roda depan punya sisa 1-3 kaki (30-90 cm ke obyek di sebelahnya). Lalu gerakkan setir setahap demi setahap manakala bumper sudah melewati garis persimpangan," begitu menurut arahan situs Departemen Kendaraan Bermotor California.
Teknik lainnya adalah sedikit menjauhkan bodi mobil secara berlawanan sebelum membelok, sesuai saran dari drivingtesttips.biz.
"Jika lebar belokan yang akan dituju di kiri terlihat sempit, posisikan mobil (justru) agak menjauh ke kanan dulu sebelum memutar setir (begitu juga sebaliknya). Cara ini akan memberikan sudut belok yang lebih lebar sehingga tidak rentan menyerempet benda di sebelahnya," tulis mereka.
Selain pintar-pintar belok, fitur lampu siang atau daytime running light (DRL) juga punya peran pendukung. Soalnya ini akan membuat kendaraan lain yang akan berhadap-hadapan pun langsung menyadari keberadaan kita.
Sisanya adalah pantau terus peta online yang bisa diteruskan dari smartphone via Bluetooh ke head unit berlayar lebar, seperti yang juga ada di Ignis Sport, begitu juga untuk DRL tadi.
Dengan layar lebih lebar dari smartphone, gambar pun jadi jelas. Jadi, yang warna merah (penanda macet) jangan sampai lolos. Soalnya, macet total di jalan tikus sama artinya dengan skak mat.
Andaikata bekal dirasa sudah cukup, maka mudah-mudahan kita bisa lancar saat berlika-liku. Selamat menelusuri jalan tikus, dan semoga tidak nyerempet.