Dosa Membonceng Anak Kecil dengan Sepeda Motor

Kendaraan pemudik dengan sepeda motor melintas pada puncak arus balik di jalan nasional Medan-Aceh kawasan Lhokseumawe, Aceh, Minggu (9/6/2019). Puncak arus balik Lebaran 2019 Aceh terjadi pada H+5 menyusul volume kendaraan yang melintas didominasi pemudik.

- Fenomena membawa anak kecil ketika mengendarai sepeda motor saat ini makin banyak saja ditemui. Bahkan sebagian orang tua sudah menggangap bila hal tersebut sesuatu yang biasa atau wajar untuk dilakukan, walaupun mereka sudah tau akan risiko yang dihadapi.

Mirisnya lagi, para orang tua seakan mengabaikan sisi keselamatan bagi anak ketika berkendara. Contoh paling sederhana yang kerap ditemui sehari-hari seperti membonceng anak di posisi depan, berdiri, membiarkan anak memutar grip gas atau mengendalikan motor saat berkendara, serta menempuh jarak jauh seperti saat musim mudik kemarin.

Menyikapi kondisi ini, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan, sangat menyayangkan hal-hal tersebut. Menurut Jusri, masalah ini memang sudah menjadi sebuah cerita klasik yang semakin lama dibiarkan dan kini telah menjadi kebiasaan.

"Agak sulit memang membicarakan karena hal ini sedari awal sudah terlanjut dibiarkan. Sebagian masyarakat, dalam hal ini tentunya orang tua, mungkin sudah menjadi hal yang biasa dan mereka seakan menutup mata terhadap efek terburuknya, padahal yang mereka bawa adalah buah hatinya sendiri," ucap Jusri kepada Kompas.com, Minggu (23/6/2019).

Jusri menjelaskan, sebenarnya cukup banyak kecelakaan lalu lintas fatal dari roda dua yang melibatkan anak di bawah umur, bahkan balita saat sedang dibonceng. Sayangnya, jarang ada yang mengekspos insiden-insiden tersebut sehingga tak memberikan suatu perubahan pola pikir.

Selain dari sisi fatalitas, dampak yang jarang dipedulikan oleh orang tua adalah dari segi kesehatan anak. Perlu diketahui dengan menempatkan anak pada posisi depan baik berdiri atau pun duduk sama saja menjadikan anak sebagai temeng dari angin atau sesuatu hal lainnya yang bisa saja terlempar saat berkendara, belum lagi ketika ada musibah.

"Menempatkan anak kecil di jok depan sangat tidak dibenarkan dalam aspek keselamatan berlalu lintas, baik untuk pengendara mobil atau motor. Dalam konteks kecelakaan, menempatkan anak kecil apalagi balita di depan adalah bentuk kelalaian yang tak bisa ditoleransi, untuk motor tentu akan ada dampak dari segi kesehatan karena anak terus tertimpa angin," ujar Jusri.

Dalam konteks keselamatan berkendara, sejatinya motor hanya bisa digunakan dua orang, bahkan hal ini sudah tertuang dalam undang-undang. Namun bila melihat kenyataan sehari-hari, ada satu keluarga dengan dua orang anaknya pun tetap tidak menghindahkan regulasi bahkan memperdulikan bahayanya.

Menurut Jusri, kebiasaan yang sudah menjadi kewajaran tersebut pun berkembang bukan hanya di lingkup keluarga, tapi juga masyarakat. Herannya, petugas yang berwenang pun terkadang tidak menindak bila menjumpai ada pemotor yang membawa anak dan istrinya, padahal itu sudah melanggar aturan.

"Dalam undang-undang lalu lintas tidak secara detail disebutkan anak usia berapa yang boleh dibonceng, yang ada usia maksimal membawa kendaraan, tapi tertulis bila sepeda motor itu hanya bisa digunakan dua orang, artinya bila lebih melanggar aturan. Tapi yang terjadi kan banyak pembiaran, artinya untuk masalah ini memang tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak saja tapi banyak stakeholder," ujar Jusri.

Jusri menyarankan selain dari aparat penegak hukum, baiknya pemerintah serta instansi terkait, layaknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), turut menyoroti kondisi ini. Karena meski tidak disadari, kebiasaan salah dari orang tua saat membonceng anak dapat menyebabkan hal yang cukup fatal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel