Harga "Mobil Pak Tani" Bisa Lebih Mahal dari LCGC
- Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, telah memastikan bila Alat Mekanis Multiguna Pedesaan ( AMMDes) akan mulai dijual April 2019 mendatang. Saat ini unitnya pun sudah mulai diproduksi yang semuanya dipusatkan di pabrik Kreasi Mandiri Wintor Indonesia (KMWI) yang berada di Citeurep, Jawa Barat.
Lantas berapa harga per unit dari kendaraan yang memiliki julukan "mobil pak tani" ini. Saat menkonfirmasikan hal ini, Presiden Direktur KMWI Reza Treistanto, mengatakan bila banderolnya masih sama dengan yang diperkirakan pada tahun lalu.
"Sama dengan tahun lalu, per unitnya Rp 70 juta untuk tipe standar atau basic yang flat deck dan dilengkapi power take off (PTO). Tapi itu termasuk aplikasi fungsional tambahan lainnya yah, karena berbeda-beda harganya," ucap Reza kepada Kompas.com, Kamis (28/3/2019).
Seperti diketahui AMMDes bisa digunakan menjadi kendaraan multiguna menyesuaikan kebutuhan dari penggunanya di pedesaaan. Mulai dari pompa irigasi, genset listrik, pemoles beras, pengupas padi, penjernih air, pengupas kopi, ambulans, dan lain sebagainya.
Reza mengatakan untuk harga per aplikasi itu berbeda-beda. Contoh untuk keperluan penjernih air bersih, menurut Reza ada dua kategorinya, yakni hanya sekadar menjernikan atau sampai bisa diminum. Karena dua apilikasinya berebeda, maka harga pun berbeda.
"Untuk yang sampai diminum itu kisarannya Rp 85 juta untuk instalasi aplikasinya saja, kalau penjernih saja di bawahnya. Jadi tinggal di tambah saja, harga dasar Rp 70 juta di tambah Rp 85 juta bila untuk penjernihnya," ucap Reza.
Bila dikalkulasikan, untuk AMMdes yang digunakan menjernihkan air sampai bisa dikonsumsi artinya mencapai Rp 155 juta. Harga tersebut setara bahkan lebih tinggi dengan banderol beberapa mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/ LCGC) seperti Brio Satya E MT, Calya 1.2 G A/T, dan Sigra 1.2 R AT.
Meski demikian, Reza mengaku bila sebenarnya harga aplikasi bisa berbeda-beda, tergantung dari merek mesin yang akan digunakan. Kondisi ini dikarena adanya fanatik mengenai suatu merek di beberapa wilayah yang ada di Indonesia.
"Aplikasi untuk padi itu bervariasi, jadi ada daerah yang fanatik dengan merek ini, daerah lain maunya pakai merek ini, kita tidak bisa sebut berapa harganya tapi yang pasti berbeda. Untuk penggangkut hasil pisang juga begitu, tapi lebih tergantung dari kapasitasnya," kata Reza.