Era Kendaraan Listrik Jadi "Pil Pahit" Pertamina?
Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan regulasi untuk kendaraan listrik. Bahkan, dalam peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), disebut bahwa pada 2025 setidaknya ada 2.200 kendaraan hibrida atau listrik di Tanah Air.
Bukan hanya pemerintah, para produsen otomotif pun sudah mulai bersiap-siap untuk menjual kendaraan dengan bahan bakar alternatif dan ramah lingkungan.
Apabila era kendaraan listrik sudah berkembang di Tanah Air, apakah akan menjadi "pil pahit", buat PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi?
Menurut Senior Vice President Research & Technology Center PT Pertamina (Persero) Herutama Trikoranto, pihaknya tetap harus realistis dengan perkembangan zaman dan teknologi. Apalagi, sejalan dengan kesadaran global mengenai pelestarian lingkungan mengurangi emisi gas buang, dan lain sebagainya.
Pertamina Tertarik Bikin SPLU di Setiap SPBU
"Kami harus mengikuti perkembangan industri global," kata Herutama ketika ditemui di acara Nissan Futures di kawasan Marina Bay Sands, Singapura, Selasa (6/2/2018).
Meski pada masa mendatang permintaan bahan bakar minyak (BBM) akan berkurang, Herutama menganggap masih ada peluang di sektor lain, terutama bisa memenuhi industri petrokimia.
"Indonesia ini sudah masuk negara industri, tetapi kebutuhan petrokimianya masih impor. Itu juga peluang buat kita pada masa yang akan datang," ucap Herutama.
Peluang lain, lanjut Herutama, Pertamina juga ingin tetap berperan di era kendaraan listrik. Tentunya, dengan sumber daya alam yang ada, misalnya menyediakan tempat pengisian daya baterai dan lain sebagainya.
"Itu merupakan sesuatu yang baru dan banyak peluang. Kami juga menganggap semua ini tidak masalah," kata dia.