Cerita di Balik Tradisi Mudik dalam Sebuah Buku
- Melalui sebuah buku berjudul "Mudik Minim Polemik", Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan ( Jarak Aman) Edo Rusyanto, mencoba untuk menggangkat sisi berbeda dari tradisi mudik yang tiap tahun dilakukan sebagian masyarakat di Indonesia.
Buku setebal 184 halaman tersebut, lebih menceritakan pengalaman Edo selama bertahun-tahun menyikapi ragam polemik yang terjadi ketika mudik Lebaran. Mulai dari persiapan pemerintah, kemajuan menangani masalah mudik tiap tahun, sampai peningkatan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas yang belum tertangani dengan baik.
"Saya kasih judul 'Mudik Minim Polemik', meski ada yang yang bilang pesimistis kenapa bikin buku kaya gini," kata Edo dalam diskusi pelucuran bukunya di Cawang, Jakarta Timur, Selasa (7/5/2019).
Edo menceritakan bagaimana sinergi kesiapan pemerintah dalam mempersiapkan musim mudik setiap tahunya. Mulai dari penanganan untuk mengurangi pemudik sepeda motor dengan menyediakan bus atau moda transportasi penggnanti secara, sampai upaya untuk menyediakan infrastruktur jalan.
Menurut Edo hal tersebut merupakan suatu kemajuan, apalagi pemerintah sampai memastikan kesehatan dan kondisi para sopir bus yang akan mengantarkan masyarakat ke kampung halaman. Sayangnya, aktivitas tersebut menurut Edo hanya terjadi di momen-momen tertentu, belum menjadi standar yang wajib dilakukan tiap saat.
"Sinerginya sudah baik, antar Dinas Kesehatan mungkin dengan Kementerian Perhubungan dan instansi lainnya, tapi setelah mudik tidak diperiksa lagi padahal masih membawa puluhan nyawa di angkutan umum. Saya minta pemerintah yang sudah menerapkan hal yang positif saat mudik, kenapa tidak diteruskan. Ada apa kok setelah musim mudik tidak dilakukan?" ucap Edo pada acara yang dimoderatori oleh Edward Simanjuntak, Direktur SVPR (Seven Voice Public Relation).
Dari segi angka kecelakaan, menurut Edo sampai saat ini fatalitasnya masih cukup tinggi, khususnya pengendara sepeda motor yang tak lepas dari kejadian di musim mudik. Berdasarkan data yang dimilikinya, kurang lebih 80 orang meninggal di jalan raya setiap hari, bahkan mayoritas korbannya berusia produktif.
Melalui banyak program pencegahan mudik mengendarai motor dengan memberikan fasilitas bus gratis dan lain sebagainya, menurut Edo hal tersebut menjadi salah satu upaya yang baik, namun memang perlu konsistensi serta sinergi yang kuat antar para pemangku kepentingan.
"Negara ini kehilangan 80 orang sia-sia di jalan raya, itu semua anak-anak bangsa. Mudik selama 16 hari perhatian negara sangat kuat terhadap pengguna jalan, maka saya pikir menurunkan angka kecelakaan itu karena stakeholder kompak, saat Indonesia di serang teroris bisa kompak, saat darurat narkoba juga kompak, tapi kenapa saat jumlah korban di jalan raya yang nyatanya puluhan jiwa akibat teroris jalan raya kurang diperhatikan," ucap Edo.